Karena tidak tahan mengalami kesulitan air bersih, Mak Uli, warga Dusun Sukamaju, Desa Cikampek Timur, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, memutuskan pulang kampung ke Purwakarta, Jawa Barat.
Kemarau yang berkepanjangan membuat Mak Uli, penjaja kue keliling itu, dan juga warga dusun Sukamaju lainnya kesulitan air bersih untuk keperluan sehari-hari.
Hujan yang hanya turun delapan kali sejak April 2011 lalu membuat lima sumur warga yang berada di dusun ini kering. “Air sumur kami sudah lama tidak ada airnya,” ungkap Ust Abdurrahim, Ketua Takmir Mushala Sukamaju pada pertengahan Oktober lalu.
Satu-satunya sumur tua yang masih mengeluarkan air ada di Pondok Pesantren Al Husna Sukamaju, maka warga dan santri pun antri air di sumur tersebut. Karena tidak sebanding antara debit air dengan orang yang membutuhkannya, tidak jarang 24 santri Al Husna mengalah untuk tidak mandi.
Krisis air inilah yang menyebabkan Mak Uli yang juga anggota jamaah pengajian ibu-ibu  asuhan KH Ahmad Zainuddin Qh, Pimpinan Pondok Pesantren Al Husna, berpamitan hendak pindah ke Purwakarta. Awalnya Kyai Zain mengira Mak Uli pindah lantaran dagangannya tidak laku.  “Henteu, dagangan mah hasilna lumayan, ngan iyeu caina teu aya, (Tidak, dagangan hasilnya lumayan, hanya saja tidak ada air),” jawab Mak Uli.
Sumur Pompa Air Dalam
Untuk mencari jalan keluar dari krisis air yang dialami pesantren dan warga di Sukamaju, Badan Wakaf Al-Qur’an melakukan survey geolistrik di sekitar tanah pesantren pada 19 Oktober lalu.
Menurut perhitungan tim survey BWA,  ada cadangan air yang cukup besar di kedalaman antara 70-100 meter di bawah tanah. Namun, untuk mengambilnya harus dibuat sumur bor hingga kedalaman 100 meter tersebut kemudian dipompakan kepermukaan dengan pompa air submersible.
Air sumur ini akan didistribusikan melalui 3 bak penampungan. Masing-masing dengan kapasitas 1.000 liter yang di tempatkan 1 unit di pesantren dan 2 unit lainya di tengah-tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan air bersih.
“Semoga dengan (wasilah sarana air bersih) ini warga semakin semangat dalam mempelajari Islam dan kesulitan santri selama ini bisa terselesaikan,” tutur Kyai Zain, pimpinan Ponpes Al Husna sekaligus nadzir wakaf untuk memelihara dan mengelola sarana air bersih yang segera dibangun ini.
Walaupun saat ini sudah memasuki musim hujan, namun pembangunan sarana air bersih ini Insya Allah akan tetap dilaksanakan, agar tidak terjadi krisis air yang selalu berulang saat memasuki musim kemarau.[]

Karena tidak tahan mengalami kesulitan air bersih, Mak Uli, warga Dusun Sukamaju, Desa Cikampek Timur, Kecamatan Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, memutuskan pulang kampung ke Purwakarta, Jawa Barat.

Kemarau yang berkepanjangan membuat Mak Uli, penjaja kue keliling itu, dan juga warga dusun Sukamaju lainnya kesulitan air bersih untuk keperluan sehari-hari.

Hujan yang hanya turun delapan kali sejak April 2011 lalu membuat lima sumur warga yang berada di dusun ini kering. “Air sumur kami sudah lama tidak ada airnya,” ungkap Ust Abdurrahim, Ketua Takmir Mushala Sukamaju pada pertengahan Oktober lalu.

Satu-satunya sumur tua yang masih mengeluarkan air ada di Pondok Pesantren Al Husna Sukamaju, maka warga dan santri pun antri air di sumur tersebut. Karena tidak sebanding antara debit air dengan orang yang membutuhkannya, tidak jarang 24 santri Al Husna mengalah untuk tidak mandi.

Krisis air inilah yang menyebabkan Mak Uli yang juga anggota jamaah pengajian ibu-ibu  asuhan KH Ahmad Zainuddin Qh, Pimpinan Pondok Pesantren Al Husna, berpamitan hendak pindah ke Purwakarta. Awalnya Kyai Zain mengira Mak Uli pindah lantaran dagangannya tidak laku.  “Henteu, dagangan mah hasilna lumayan, ngan iyeu caina teu aya, (Tidak, dagangan hasilnya lumayan, hanya saja tidak ada air),” jawab Mak Uli.

Sumur Pompa Air Dalam

Untuk mencari jalan keluar dari krisis air yang dialami pesantren dan warga di Sukamaju, Badan Wakaf Al-Qur’an melakukan survey geolistrik di sekitar tanah pesantren pada 19 Oktober lalu.

Menurut perhitungan tim survey BWA,  ada cadangan air yang cukup besar di kedalaman antara 70-100 meter di bawah tanah. Namun, untuk mengambilnya harus dibuat sumur bor hingga kedalaman 100 meter tersebut kemudian dipompakan kepermukaan dengan pompa air submersible.

Air sumur ini akan didistribusikan melalui 3 bak penampungan. Masing-masing dengan kapasitas 1.000 liter yang di tempatkan 1 unit di pesantren dan 2 unit lainya di tengah-tengah masyarakat yang kesulitan mendapatkan air bersih.

“Semoga dengan (wasilah sarana air bersih) ini warga semakin semangat dalam mempelajari Islam dan kesulitan santri selama ini bisa terselesaikan,” tutur Kyai Zain, pimpinan Ponpes Al Husna sekaligus nadzir wakaf untuk memelihara dan mengelola sarana air bersih yang segera dibangun ini.

Walaupun saat ini sudah memasuki musim hujan, namun pembangunan sarana air bersih ini Insya Allah akan tetap dilaksanakan, agar tidak terjadi krisis air yang selalu berulang saat memasuki musim kemarau.[]