Harun Al Rasyid, lambang kebesaran Kekhalifahan Abbasiyah, menangis sejadi-jadinya. Ada apakah gerangan? Begini ceritanya.

Andai air seteguk itu sangat sulit dicari, untuk memperolehnya pun harus dengan sangat susah payah, maka saya bersedia menjual separuh hartaku untuk mendapatkannya, jawab  Khalifah mantap.

Suatu ketika,  Khalifah merasa kesepian dalam hidupnya. Meski di sekitarnya berkumpul orang-orang yang menjadi para pembantunya, namun ia tetap saja merasa sendiri. Sendiri dalam keramaian, begitu kira-kira. Sudah lama rasanya ia tidak mendengar nasihat ulama yang bermutu. Bukan ulama yang hanya pandai  menjilat saja, namun benar-benar ulama yang berani mengatakan kebenaran di depan penguasa. Melalui pembantunya, maka diundanglah Ibnu Samak, seorang ulama yang dianggapnya masih konsisten memegang kebenaran, ke istananya di Baghdad. Ibnu Samak  pun bersedia memenuhi undangan tersebut. Ia mau datang menemui  Khalifah di istananya yang megah beserta segala pernak-pernik perhiasannya yang serba mewah.

Singkat cerita, Ibnu Samak datang ke istana. Di dalam istana, Ibnu Samak duduk di dekat  Khalifah. Karena udara dirasa sangat panas, juga untuk menghormati tamu tentunya, Khalifah lalu meminta seorang pelayan membawakan air minum untuknya. Tak berapa lama si pelayan pun kembali dengan membawa sepiala air minum. Lalu diletakkannya di atas dipan, tak jauh dari singgasana Khalifah. Ketika penguasa kelima Kekhalifahan Abbasiyah itu hendak melepas dahaganya, Ibnu Samak tiba-tiba menyela dan bertanya.

harun ar rasyid

“Beribu ampun, Khalifah. Andai air seteguk itu sangat sulit dicari, padahal Baginda sudah sedemikian haus, untuk memperolehnya pun dengan sangat susah payah. Berapakah Baginda akan hargai air seteguk itu?” tanyanya.

Harun Al Rasyid tentu saja kaget mendengarnya. Ia lalu meletakkan kembali piala yang telah diangkatnya itu.

“Andai air seteguk itu sangat sulit dicari, untuk memperolehnya pun harus dengan sangat susah payah, maka saya bersedia menjual separuh hartaku untuk mendapatkannya,” jawab  Khalifah mantap.

“Okelah kalau begitu, Baginda. Silakan minum air yang seteguk itu, yang harganya mencapai setengah dari kekayaan Baginda,” lanjut Ibnu Samak mempersilakan.

Tanpa berpikir panjang,  Khalifah pun minum seteguk air. Setelah itu, Ibnu Samak dipersilakan meneruskan kembali nasihatnya. Masih dengan pertanyaan.

“Andai seteguk air yang diminum tadi enggan dikeluarkan, sementara Baginda sudah sangat bersusah payah untuk mengeluarkannya, namun tetap saja sulit. Kiranya, berapakah Baginda akan bayar untuk mengeluarkannya?” tanya Ibnu Samak lagi.

“Andai air itu tidak mau dikeluarkan, sementara saya sudah sangat bersusah payah melakukannya, maka apalah artinya semua kekayaanku ini. Akan kuhabiskan seluruhnya untuk berobat, yang penting bisa buang air,” tegas Khalifah.

Ibnu Samak lalu meneruskan nasihatnya. “Baik, Baginda. Ternyata seteguk air sama mahalnya dengan seluruh harta Harun Al Rasyid. Setengah untuk mendapatkannya, setengahnya lagi untuk mengeluarkannya. Maka tidakkah Baginda akan ingat, betapa besarnya kuasa Allah dan Mahakayanya Dia di hadapan kita, makhluknya yang lemah, tapi sok kuasa, sok kaya?” jelasnya tanpa beban.

Tak lama, Harun Al Rasyid pun menangis tersedu-sedu.

***

Cerita di atas menggambarkan betapa berharganya air bersih yang kita nikmati setiap hari. Sudah sepatutnya kita mensyukuri kemudahan yang diberikan Allah SWT. Apalagi kalau mengingat masih banyak saudara kita di daerah yang kesulitan mendapatkan air bersih bagi kehidupan mereka sehari-hari.

Harun Al-Rasyid memang tak perlu mengeluarkan separuh hartanya untuk sekedar mendapatkan seteguk air, sebab ia bisa mendapatkannya dengan mudah. Bahkan lebih dari itu. Namun kerelaan mengeluarkan separuh hartanya itu, merupakan cerminan kesadaran betapa berharganya air bagi kehidupan.

Andai Harun Al-Rasyid hidup di jaman kita sekarang, melihat masih banyak saudara-saudara kita yang sulit mendapatkan air bersih. Andai Harun Al-Rasyid hadir di tengah kita saat ini, menyaksikan saudara-saudara kita terpaksa menggunakan air tak layak konsumsi yang berdampak buruk bagi kehidupan. Mungkin beliaulah orang pertama yang rela mengeluarkan seluruh hartanya untuk membantu mengatasi persoalan itu.

Lalu, bagaimana dengan kita?

Melalui Program wakaf sarana air bersih yang dilakukan badan wakaf alquran, kami berkomitmen untuk membantu saudara-saudara kita yang kesulitan air bersih di seluruh nusantara. Program wakaf ini di endorse oleh da’i mantan artis Ustadz Hari Moekti.

Pahala yang dijanjikan pun sangat besar, apakah Anda mau ikut?

Bila Anda tertarik untuk berwakaf melalui lembaga terpercaya di Indonesia, Badan wakaf alquran adalah pilihan yang tepat. Anda bisa dengan mudah melakukan wakaf secara online melalui website wakafquran.org.