PINJAMAN YANG MENGHASILKAN BAYARAN BERLIPAT GANDA

Saat ini lembaga ribawi tampaknya makin menjamur. Karena itu transaksi ribawi pun makin tak terkendali. Bahkan “Bangke” alias Bank Keliling—menggantikan istilah Rentenir atau Lintah Darat—kini banyak merambah ke desa-desa dan perkampungan-perkampungan kecil.

Mengapa banyak orang tergiur dengan bisnis meminjamkan uang berbasis bunga? Tidak lain karena meminjamkan uang ribawi adalah bisnis yang pasti menguntungkan. Tak mungkin merugi. Juga tak berisiko sama sekali. Tentu jika kita melihatnya dari kacamata duniawi. Kacamata para kapitalis.

Padahal jelas. Riba adalah dosa besar. Bahkan kata Nabi saw., dosa riba lebih besar daripada dosa zina dengan 36 pelacur sekalipun (HR Ahmad, al-Baihaqi dan ath-Thabarani).

Sayangnya, banyak orang tidak tahu bahwa ada “bisnis pinjaman” yang jauh lebih menguntungkan. Bayarannya pun bisa menghasilkan keuntungan berlipat ganda. Bisa ribuan persen. Apa itu? Tidak lain: Pinjaman kepada Allah SWT.

Sedekah, wakaf atau infak di jalan Allah SWT hakikatnya adalah semacam “pinjaman” yang kita serahkan kepada Allah SWT. Pinjaman kepada Allah SWT ini akan “dibayar” dengan pembayaran yang yang menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda. Bisa di akhirat berupa pahala yang berlipat ganda. Bisa juga sekaligus di dunia berupa keluasan dan keberkahan rezeki. Allah SWT sendiri yang menyatakan demikian:

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً
Siapa saja yang memberi Allah pinjaman yang baik (menginfakkan hartanya di jalan-Nya), Dia akan melipatgandakan pembayarannya dengan berkali-kali lipat (QS al-Baqarah [2]: 245).

Karena keyakinan akan “pembayaran” yang berlipat ganda itulah, Abdurrahman bin Auf ra. adalah di antara para Sahabat Rasul saw. yang paling rajin mengeluarkan sedekah, infak atau wakaf untuk kepentingan Islam dan kaum Muslim. Beliau, misalnya, pernah menginfakkan separuh hartanya pada masa Rasulullah saw. Ditambah sedekah uang 40 ribu dinar (sekitar Rp 80 miliar). Ditambah lagi dengan mewakafkan 500 ekor unta dan 500 ekor kuda untuk kepentingan jihad fi sabilillah (Al-Ishabah, II/416).

Kegemaran bersedekah dan berinfak juga ditunjukkan antara lain oleh Aisyah ra. dan Asma ra. Abdullah bin Zubair ra. menuturkan, “Aku tidak melihat dua orang wanita yang lebih murah hati daripada Aisyah dan Asma sekalipun cara keduanya berbeda. Aisyah biasa mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Setelah terkumpul banyak, harta itu ia infakkan semuanya. Adapun Asma tidak pernah sedikit pun menyimpan harta hingga keesokan harinya (karena semuanya ia infakkan hari itu juga).” (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad).

Rasul saw. sendiri tidak suka jika di rumahnya ada harta yang banyak. Karena itu beliau, misalnya, pernah memasuki rumah Ummu Salamah ra., salah satu istri beliau, dengan rona wajah yang muram. Karena khawatir beliau sakit, Ummu Salamah ra. bertanya, “Mengapa wajahmu tampak muram?” Beliau menjawab, “Ini gara-gara tujuh dinar (sekitar Rp 15 juta) yang kemarin kita terima, tetapi hingga sore hari uang itu masih berada di bawah kasur (belum diinfakkan).” (HR Ahmad dan Abu Yala).

Bagaimana dengan kita? Semoga saja kita senantiasa tertarik untuk sering-sering memberikan pinjaman kepada Allah SWT, yang pastinya menghasilkan bayaran plus keuntungan yang luar biasa, di dunia dan terutama di akhirat berupa pahala yang berlipatganda.

Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh []