TAK CUKUP SEKEDAR MERINGANKAN BEBAN ORANG LAIN
Suatu saat mungkin kita pernah diminta tolong oleh seseorang. Mungkin keluarga, saudara, sahabat atau tetangga kita. Katakanlah, ia meminta tolong agar dipinjami uang satu juta rupiah untuk mengobati anaknya yang sedang sakit. Apa yang kita lakukan?
Jika kebetulan kita punya uang, mungkin kita akan langsung memberi orang itu pinjaman sebesar yang ia minta. Mungkin juga kita mikir-mikir dulu jika kita khawatir uang yang dipinjamkan nanti susah untuk kembali.
Saat itu mungkin kita berpikir, lebih baik memberi dia uang seratus atau dua ratus ribu rupiah secara cuma-cuma daripada meminjami dia satu juta rupiah yang belum tentu kembali. Toh dengan begitu kita sudah meringankan beban orang tersebut.
Sikap kita di atas mungkin tidak sepenuhnya salah. Tapi juga tidak sepenuhnya benar. Sebabnya, yang Allah SWT dan Rasul-Nya tuntut dari kita bukan sekadar meringankan beban (kesulitan) orang lain, tetapi melepaskan atau menghilangkan sama sekali beban (kesulitan) orang lain. Rasulullah saw. tegas menyatakan:
“Siapa yang melepaskan suatu beban (kesulitan) dari seorang Muslim di dunia, Allah pasti akan melepaskan dari dirinya suatu beban (kesulitan) di antara beban-beban di akhirat…Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya.” (An-Nasai, ath-Thabrani dan al-Baihaqi).
Orang Yang Paling Allah Cintai
Abdullah bin Dinar menuturkan riwayat dari salah seorang Sahabat Nabi saw. bahwa pernah ditanyakan kepada beliau, “Siapakah orang yang Allah paling cintai?”
Beliau bersabda:
“Orang yang paling Allah cintai adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Sungguh amal yang paling Allah sukai adalah memasukan rasa bahagia ke dalam kalbu orang Mukmin (yaitu dengan cara): melepaskan beban (kesulitan)-nya, membayarkan utangnya dan menghilangkan rasa laparnya. Sungguh, aku berjalan bersama saudaraku yang Muslim demi memenuhi kebutuhannya adalah lebih aku sukai daripada beritikaf di masjid selama dua bulan…Siapa saja yang berjalan menyertai saudaranya yang Muslim demi memenuhi suatu kebutuhannya hingga dia mampu meneguhkan keadaannya, Allah akan meneguhkan kedua kakinya pada Hari Kiamat nanti pada saat banyak kaki-kaki manusia tergelincir…” (HR ath-Thabrani, Mujam al-Kabîr, III/11).
Dalam riwayat lain disebutkan, Al-Hasan pernah berkata, “Sungguh, memenuhi kebutuhan seorang Muslim lebih aku sukai daripada shalat seribu rakaat.” (HR Ibn Abi ad-Dunya).
Tauladan Dalam Menolong
Tentang melepaskan atau menghilangkan beban (kesulitan) orang lain tampaknya kita layak mencontoh Imam al-Laits bin Saad.
Suatu saat Imam Malik menulis surat kepada Imam Laits. Isinya menyebutkan bahwa Imam Malik sedang kesulitan. Pasalnya, ia memiliki utang yang harus segera dilunasi. Tak berpikir lama, segera Imam al-Laits mengirim balasan surat kepada Imam Malik sembari menyertakan uang sebanyak 500 dinar atau sekitar Rp 1 miliar. Uang itu ia berikan secara cuma-cuma untuk Imam Malik (Al-Jami fi Rasail ad-Dawiyyah, 128-129).
Saat lain, pernah ada seorang wanita miskin meminta madu alakadarnya kepada Imam al-Laits untuk pengobatan anaknya yang sedang sakit. Saat itu Imam al-Laits malah memberi wanita itu 120 liter madu (Al-Irbili, Wafiyat al-Ayan wa Anba Abna az-Zaman, 4/10).
Bagaimana dengan kita? Semoga kita bisa sering-sering melepaskan atau menghilangkan sama sekali beban (kesulitan) orang lain. Bukan sekadar meringankannya.
Wa mâ tawfîqî illâ bilLâh.
#InspirasiBWA